MAKALAH
HADITS MURSAL
Makalah ini disusun guna memenuhi mata kuliah Ulumul
Hadits.
Dosen pengampu : Dr. Ja’far Assagaf, MA
Disusun oleh:
Ana Saraswati (123111029)
PRODI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
TAHUN 2012/2013
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Hadits Mursal berasal dari kata Al-Irsal yang secara bahasa berarti
melepaskan. Sedangkan secara istilah, Hadits Mursal ialah hadits yang gugur
perawi dari sanadnya setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in mengatakan,
“Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda begini atau berbuat
seperti ini”.
Definisi tentang Hadits Mursal yang paling masyur adalah:
للمُرْسَلُ هُوَ مَارَفَعَهُ التَّابِعِى بِأَنْ يَقُوْلَ : قَا لَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ...سَوَاءَكَانَ التَّا بِعِى
كَبِيْرًا اَوْ صَغِيْرًا.
Hadits mursal adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi oleh
seorang tabi’in dengan mengatakan, “Rasulullah saw. Berkata...” baik ia tabi’in
besar maupun tabi’in kecil.[1]
B.
CONTOH HADITS MURSAL
Contoh hadits mursal yaitu hadits riwayat al-Syafi’i:
اَخْىَرَنَا سَعِيْدُ عَنِ بْنِ حُبْرَيْجٍ قَالَ اَخْبَرَ نِى
حُمَيْدٌ اْلاَعْرَجُ عَنْ مُجَا هِدٍ اَنَّهُ قَالَ كَانَ اَلنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُظْهِرُ مِنَ التَّلْبِيَةِ...لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ
لَبَّيْكَ...
Menyampaikan hadits kepada kami Sa’id dari Ibnu Juraij, katanya:
Menyampaikan hadits kepadaku Humaid al-A’raj dari Mujahid, ia berkata bahwa
dahulu Nabi Muhammad saw mengeraskan bacaan talbiyah “labbaikakkahumma
labbaik”(Aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu).
Contoh lain dari hadits mursal yaitu hadits Musa bin Thalhah dari
Umar bin al-Khaththab, ia berkata:
اِنَّمَا سَنَّ
رَسُوْلُ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ فِى هَدِهِ اْلاَرْبَعَةِ
الحِنْطَةِ وَا لشَعِيْرِ وَا لزَّبِيْبِ وَا لتَّمْرِ.
Sesungguhnya Rasulullah saw menetapkan zakat hanya pada empat harta
berikut; gandum, barley, anggur, dan kurma.
C.
MACAM-MACAM HADITS MURSAL
Tabi’in tidak menyebutkan bahwa ia menerima hadits itu dari sahabat
tapi ia mengatakan ia menerima hadits itu dari Rasulullah saw. Al-Hakam
menyebutkan adanya dua macam Hadits Mursal[2]:
a.
Mursal
al-jali, yaitu tidak disebutkanya nama sahabat dan dilakukan oleh tabi’in
besar.
b.
Mursal
al-khafi yaitu pengguguran nama sahabat yang dilakukan oleh tabi’in kecil. Hal
ini terjadi karena hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in tetapi ia tidak pernah
mendengar sebuah hadits pun dari sahaby walaupun ia hidup sezaman dengan sahaby
tersebut.
Termasuk juga kedalam hadits mursal yaitu hadits mursal
al-shahabi hadits-hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat yang ia
sendiri tidak langsung menerima dari Rasulullah saw karena mungkin ia masih
kecil atau tidak pada majlis Rasul pada saat hadits itu diwurudkan. Namun
sahabat tersebut akan mengatakan bahwa ia menerima hadits itu dari Rasulullah
saw.
Mursal Shahabi
مُرْسَلُ الصَّحَا
بِى هُوَ مَا يَرْويْهِ الصَّحَا بِى عَنِ ا لنَّبِى صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَمْ يَسْمَعْهُ مِنْهُ اِمَّا لِصِغَرِ سِنِّهِ اَوْ تَأَخُّرِ
اِسْلَامِهِ اَوْ غِيَا بِهِ عَنْ شُهُودِذَ لِكَ.
Murshal Shahabi adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
sahabat namun tidak didengarnya langsung dari nabi saw, karena ia masih sangat
kecil, atau karena masuk Islamnya belakangan, atau seang tidak bersama Nabi saw
ketika hadits itu disabdakan.
Contoh dari hadits mursal shahabi yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad dan al-Turmudzi dari Ibnu Abbas, ia berkata: ketika Abu Thalib sakit
, datanglah kepadanya orang-orang Quraisy dan datang pula rasulullah saw untuk
menengoknya. Didekat kepala Abu Thalib terdapat tempat duduk, disitulah Abu
Jahal duduk. Mereka berkata, “sesungguhnya keponakanmu itu mencela tuhan-tuhan
kita.” Abu Thalib berkata, “mengapa kaummu meragukan kamu?” Nabi berkata, “Aku
menghendaki mereka berada pada satu kata yang dengannya mereka dapat
menundukkan eluruh orang Arab dan dengannya orang-orang non-Arab akan membayar
pajak kepada mereka.” Abu Thalib berkata, “Apakah itu?” Nabi menjawab, “yaitu la
ilaha ilaallah.” Maka mereka berdiri seraya berkata, jadikanlah Tuhan-Tuhan
kami menjadi tuhan yang satu.
Banyak sekali para penulis yang menggunakan istilah mursal dengar
pengertian yang luas ini dalam menulis kitab-kitab mereka, diantaranya:
a.
Al-Marasil
karya Abu Hatim al-Razi. Kitab ini membahas sanad-sanad yang tidak
muttashil.
b.
Jami’ al-Tahshil li Ahkam al-Marasil karya al-Hafizh Khalil bin Kaikaldi al-‘Ala’i. Kitab ini membahas
macam-macam hadits munqathi’.
D.
HUKUM HADITS MURSAL
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menggunakan hadits mursal
sebagai hujjah. Diantara pendapat yang paling masyur dan penting ada tiga yaitu[3]:
Pendapat pertama, yakni pendapat jumhur dan kebanyakan fuqaha dan
ahli ushul menyatakan bahwa hadits mursalitu dha’if dan tidak dapat dipakai
hujjah. Hal ini karena rawi yang tidak disebutkan itu tidak dapat diketahui
identitas dan karakternya dan boleh jadi ia bukan seorang sahabat. Bila
demikian, maka para rawinya meriwayatkan hadits dari orang-orang yang tsiqat
dan orang-orang yang tidak tsiqat.ole karena itu, bila salah seorang rawinya
meriwayatkan hadits dengan meng-irsal-kannya, maka barangkali ia menerima
hadits tersebut dari orang yang tidak tsiqat. Apabila rawi yang meng-irsal-kan
itu tidak meriwayatkan hadits kecuali dari orang yang tsiqat, maka menilai
ketsiqatan orang yang tidak jelas identitasnya dianggap tidak cukup.
Pendapat kedua, yaitu pendapat Imam al-Muthallibi al-Syafi’i,
menjelaskan sebagaimana tertulis dalam al-Risalah bahwa hadits mursal
kibar al-tabi’in dapat diterima dengan beberapa syarat, baik pada matan
hadits maupun pada rawi yang mengirsalkanya. Hadits mursal itu harus didukung
oleh salah satu dari empat faktor berikut:
a.
Diriwayatkan
secara musnad melalui jalan lain.
b.
Diriwayatkan
secara mursal (pula) oleh rawi lain yang tidak menerima hadits tersebut
dari guru-guru pada sanad yang pertama, karena hal ini menunjukan berbilangnya
jalur hadits tersebut.
c.
Sesuai
dengan pendapat sebagaian sahabat.
d.
Sesuai
dengan pendapat kebanyakan ahli ilmu.
Adapun syarat pada rawinya adalah bila ia menyebutkan nama gurunya,
maka gurunya itu bukan orang yang majhul dan bukan orang yang dibenci
riwayatnya. Apabila faktor-faktor ini terdapat dalam suatu hadits mursal, maka
hal ini menunjukan kesahihan sumber hadits tersebut, sebagaimana dinyatakan
oleh al-Syafi’i, sehingga dapat dipakai hujjah.
Pendapat ketiga, yaitu pendapat Abu Hanifah dan Malik serta
murid-muridnya, menyatakan bahwa riwayat mursal dari orang yang tsiqat adalah
termasuk shahih dan dapat dipakai hujjah. Dalil mereka adalah sebagai berikut:
a.
Rawi
yang tsiqat itu tidak akan mau meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw bila
orang yang mendengar dari beliau bukan orang yang tsiqat. Yang lebih mungkin
adalah bahwa para tabi’in umumnya menerima hadits dari para sahabat, dan mereka
adalah orang-orang yang adil.
Umat
Islam pada periode itu umumnya jujur dan adil, sebagaimana ditegaskan oleh
Rasulullah saw. Oleh karena itu, bila kita tidak melihat hal-hal yang
menyebabkan jarh-nya seorang rawi, maka yang lebih mungkin ia adalah
adil dan d
Tidak ada komentar:
Posting Komentar