Senin, 07 April 2014

Dampak Daycare Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak

Dampak Daycare
Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah: Pengembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
Dosen Pengampu: Adriani Rahma P


Disusun Oleh:
1.    Afafi Zakiyati        (K8113001)
2.    Ana Saraswati        (K8113006)




Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2014
PENDAHULUAN

Sekarang ini wanita karier merupakan sebuah trend dalam masyarakat. Bahkan banyak dari wanita jaman sekarang lebih memilih bekerja diluar daripada dirumah, mengurus rumah dan mengurus anak. Selain itu, masa cuti yang diberikan pada wanita pekerja hanyalah sedikit yaitu hanya tiga bulan ketika melahirkan anak. Maka dari itu, solusi yang biasanya ditempuh yaitu mencari pengasuh anak, baik dititipkan kepada sanak saudara maupun dititipkan pada Tempat Penitipan Anak atau Daycare.
Daycare atau Tempat Penitipan Anak merupakan bentuk pendidikan nonformal dari Pendidikan Anak Usia Dini. Daycare berperan sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja. Daycare merupakan layanan PAUD yang menyelenggaran pendidikan sekaligus pengasuhan terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun dengan prioritas anak usia dibawah empat tahun. Daycare merupakan salah satu bentuk layanan PAUD yang berusaha mengabungkan dua tujuan, yaitu tujuan pengasuhan karena orang tua anak bekerja serta tujuan pendidikan melalui program-program Pendidikan Anak Usia Dini.
Dilihat dari berbagai sudut pandang, Daycare memiliki dampak yang positif juga dampak yang negatif. Daycare tampaknya mempengaruhi perkembangan kognitif dan perkembangan sosialemosional anak. Makalah ini akan menyampaikan seberapa besar pengaruh Daycare terhadap perkembangan anak.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Daycare
Daycare adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. Daycare merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh anak-anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari ketika asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Maka dari itu, Daycare hanya berperan sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebagai pengganti asuhan orangtua. Jadi, jika karena alasan orang tua tidak sempat mendampingi dan memperhatikan anak sehingga dititipkan pada institusi seperti child Daycare center, hal ini tidak menyelesaikan masalah namun juga akan menimbulkan beberapa masalah yaitu pengurangan attachment emosional anak dengan orangtuanya, mempengaruhi perkembangan kognitif anak, dan menyebabkan anak mudah terpengaruh oleh teman sebaya.
B.    Tujuan Daycare
o    Memberikan layanan pembelajaran dan pengasuhan kepada anak-anak usia 0-4 tahun yang terpaksan ditinggal orang tuanya karena bekerja atau halangan lainnya.
o    Memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya.

C.    Filsafat  Pendidikan dalam Daycare
Filsafat pendidikan di TPA dapat dirumuskan menjadi: Tempa, Asah, Asih dan Asuh. Adapun maksud dari filsafat tersebut adalah:
1.    Tempa
Tempa adalah upaya mewujudkan kualitas fisik anak usia dini melalui upaya pemeliharaan kesehatan, peningkatan mutu gizi, olahraga secara teratur dan terukur, serta aktivitas jasmani sehingga anak memiliki fisik yang kuat, lincah, daya tahan dan disiplin tinggi.
2.    Asah
Asah berarti memberi dukungan kepada anak untuk dapat belajar melalui bermain agar memiliki pengalaman yang berguna dalam mengembangkan seluruh potensinya. Kegiatan bermain yang bermakna, menarik dan merangsang imajinasi, kreativitas anak untuk melakukan, mengekplorasi, memanipulasi, dan menemukan inovasi sesuai dengan minat dan gaya belajar anak.
3.    Asih
Asih merupakan pemenuhan kebutuhan anak untuk mendapatkan perlindungan dari pengaruh yang dapat merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak, misalnya dari perlakuan kasar, penganiayaan fisik dan mental dan eksploitasi.
4.    Asuh
Asuh merupakan proses pembiasaan yang dilakukan secara konsisten untuk membentuk perilaku dan kualitas kepribadian dan jatidiri anak dalam hal:
•    Integritas, iman dan taqwa
•    Patriotisme, nasionalisme dan kepeloporan
•    Rasa tanggung jawab, jiwa ksatria, dan sportivitas
•    Jiwa kebersamaan, demokratis, dan tahan uji
•    Jiwa tanggap, daya kritis dan idealisme
•    Optimis dan keberanian mengambil resiko
•    Jiwa kewirausahaan, kreatif dan profesional.
D.    Prinsip-Prinsip Daycare
1.    Berorientasi pada kebutuhan anak.
Pada  dasarnya  setiap  anak memiliki  kebutuhan  dasar  yang  sama,  seperti kebutuhan  fisik,  rasa aman, dihargai,  tidak dibeda-bedakan, bersosialisasi, dan kebutuhan untuk diakui. Anak tidak bisa belajar dengan baik apabila dia lapar, merasa tidak aman/ takut, lingkungan tidak sehat, tidak dihargai atau diacuhkan  oleh  pendidik  atau  temannya.  Hukuman  dan  pujian  tidak termasuk  bagian  dari  kebutuhan  anak,  karenanya  pendidik  tidak menggunakan  keduanya  untuk  mendisiplinkan  atau  menguatkan  usaha yang ditunjukkan anak.
2.    Sesuai dengan perkembangan anak.
Setiap usia mempunyai tugas perkembangan yang berbeda, misalnya pada usia 4 bulan pada umumnya anak bisa tengkurap, usia 6 bulan bisa duduk, 10 bulan bisa berdiri, dan 1 tahun bisa berjalan. Pada dasarnya semua anak memiliki pola perkembangan yang dapat diramalkan, misalnya anak akan bisa berjalan setelah bisa  berdiri.  Oleh  karena  itu  pendidik  harus  memahami  tahap  perkembangan anak  dan  menyusun  kegiatan  sesuai  dengan  tahapan  perkembangan  untuk mendukung pencapaian tahap perkembangan yang lebih tinggi.
3.    Sesuai dengan keunikan setiap individu.
Anak  merupakan  individu  yang  unik,  masing-masing  mempunyai  gaya belajar  yang  berbeda.  Ada  anak  yang  lebih  mudah  belajarnya  dengan mendengarkan  (auditori),  ada  yang  dengan melihat  (visual)  dan  ada  yang harus dengan bergerak (kinestetik). Anak juga memiliki minat yang berbeda-beda  terhadap  alat/  bahan  yang  dipelajari/digunakan,  juga  mempunyai temperamen  yang  berbeda,  bahasa  yang  berbeda,  cara  merespon lingkungan,  serta  kebiasaan  yang  berbeda.  Pendidik  seharusnya mempertimbangkan perbedaan  individual anak, serta mengakui perbedaan tersebut  sebagai  kelebihan  masing-masing  anak.  Untuk  mendukung  hal tersebut  pendidik  harus  menggunakan  cara  yang  beragam  dalam membangun  pengalaman  anak,  serta  menyediakan  ragam  main  yang cukup.
4.    Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain.
Pembelajaran dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Melalui bermain anak  belajar  tentang:  konsep-konsep  matematika,  sains,  seni  dan
kreativitas,  bahasa,  sosial,  dan  lain-lain.  Selama  bermain,  anak mendapatkan  pengalaman  untuk  mengembangkan  aspek-aspek/nilai-nilai moral,  fisik/motorik,  kognitif,  bahasa,  sosial  emosional,  dan  seni. Pembentukan  kebiasaan  yang  baik  seperti  disiplin,  sopan  santun,  dan lainnya dikenalkan melalui cara yang menyenangkan.

E.    Dampak Daycare
1.    Anak akan mengembangkan rasa tidak percaya
Setiap anak membutuhkan perhatian dan penanganan yang stabil, kontinyu, dan dapat diprediksikan. Menurut pandangan psikoanalisa, kebutuhan akan kasih sayang yang intensif dan stabil hanya diperoleh dalam hubungan antara anak dengan sang ibu/pengasuh utama; dan hal itu dialami dalam setahun pertama kehidupan anak. Salah seorang ahlinya yaitu Fraiberg (1977) mengemukakan, bahwa dalam Daycare center setiap anak harus mau menerima perhatian yang tidak penuh karena pegasuhnya harus membagi waktu dan perhatian pada anak-anak yang lain. Belum lagi kalau pada saat pertengahan program, pengasuh tersebut keluar dari pekerjaan dan digantikan dengan orang baru. Maka anak akan bertemu orang atau pengasuh baru lagi. Mungkin saja hal ini tidak diperhitungkan oleh orang tua. Padahal, bagi anak hal ini menjadi faktor penting karena sejak usia dini sang anak belajar membangun kepercayaan terhadap seseorang sampai hubungan tersebut stabil. Namun jika justru yang dihadapi adalah situasi yang tidak pasti, selalu berubah dan unpredictable, maka akan sulit bagi si anak untuk belajar menumbuhkan rasa percaya dalam dirinya. Maka kemudian hari, anak akan menerapkan pola pertemanan yang hit and run, atau pun solitaire sebagai antisipasi jika dirinya sewaktu-waktu ditinggalkan dan dikecewakan.
2.    Perkembangan Sosial
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kagan, anak yang dititipkan pada Daycare memiliki kapasitas intelektual, emosional dan sosial yang hampir sama dengan anak-anak yang diasuh oleh keluarga atau orangtua sendiri walaupun dalam Daycare anak diasuh oleh pengasuh yang berkompeten dan diasuh secara intensif.
Anak yang diasuh dalam Daycare lebih mudah untuk bersosialisasi dengan orang lain karena lingkungan harianya merupakan lingkungan sosial yang besar. Di Daycare anak mendapat kesempatan yang lebih luas untuk bersosialisasi dengan anak-anak lain seusianya dibandingkan di rumah (hanya berdiam diri tanpa ada sosialisasi diluar rumah), sehingga lebih terekspos pada berbagai pengalaman dan pemikiran. Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Miami menemukan bahwa anak-anak yang dititipkan di Daycare yang berkualitas, tidak hanya memiliki kemampuan sosialisasi yang baik, tapi juga memiliki kepercayaan diri yang kuat dan kemampuan memimpin (leadership).
3.    Perkembangan Komunikasi
Daycare  dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan meningkatkan sistem imun anak. Anak yang dititipkan di Daycare secara signifikan tidak memiliki keterlambatan bicara pada usia 3 tahun dibandingkan mereka yang hanya diawasi di rumah oleh orang tua atau baby sitter.
“Anak pada umur 1 dan 1,5 tahun yang kesehariannya di Daycare umumnya dapat menerima stimulasi bahasa secara intensif dari anak-anak seumurannya dibandingkan mereka yang hanya tinggal di rumah. Hal ini akan lebih membantu kemampuan mereka berbahasa,” kata Ratib Lekhal, kandidat doktor di Norwegian Institute of Public Health, Depertement of Children and Adolescent Mental Health.
Hasil studi dari University of North Carolina menunjukkan bahwa anak-anak yang dititipkan pada Daycare yang berkualitas memiliki kemampuan kognitif dan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan seperti yang diberikan oleh Daycare tersebut.
4.    Kualitas dari Daycare
 Masalah lain dari Daycare yaitu sulitnya untuk menemukan Daycare yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan setiap anak yang punya problem berbeda-beda pada masanya dan yang menuntut penanganan yang spesifik, karena biasanya pengasuh Daycare menyamaratakan semua anak dan tidak mungkin kalau pengasuh akan memberikan masing-masing anak pelayanan yang terbaik karena pengasuh harus mengurus banyak anak sekaligus.
Selain itu dalam faktor kebersihan dan kesehatan lingkungan juga perlu menjadi bahan pertimbangan, karena banyak anak-anak berkumpul yang mungkin saja mempunyai penyakit tertentu yang mudah menular pada anak lain. Kemungkinan besar, tidak semua pengasuh atau pun pekerja di Daycare tersebut dibekali dengan latihan dan pengetahuan yang memadai tentang kesehatan, kebersihan, penyakit dan penanganannya. Oleh karena itu perlu adanya dokter dalam Daycare tersebut. Namun kedekatan antar anak dalam Daycare juga dapat membantu meningkatkan kesehatan anak. Anak yang berada di Daycare lebih sering terserang penyakit, tapi pada umur 5tahun, mereka memiliki pertahanan dan imunitas lebih daripada anak yang hanya tinggal di rumah.
5.    Perkembangan kognitif dan emosional
Pengalaman atau pun bimbingan yang diberikan selama berlangsungnya Daycare, memang tidak akan menghambat atau pun mendorong perkembangan intelektual anak. Namun, Daycare dapat menolong anak-anak dari golongan ekonomi lemah dan dari lingkungan yang beresiko tinggi mengalami penurunan IQ dari penanganan/pendidikan yang tidak memadai. Apalagi dari lingkungan atau orang tua yang tidak mendukung dengan tumbuh kembang anak, yang ia hanya memberikan asupan makanan tanpa memperhatikan perkembangan anak. Anak-anak yang ikut serta dalam program Daycare, akan memperlihatkan peningkatan interaksi, baik dalam bentuk positif maupun negatif dengan teman-teman mereka. Dalam segi positifnya anak mau tidak mau anak akan bersosialisasi dengan anak lainnya dalam lingkup tersebut karena dalam waktu yang lama ia akan berinteraksi dengan mereka walaupun dalam segi negatifnya ia hanya bersosialisasi dengan di lingkungan Daycare.
Penelitian yang dilakukan oleh Belsky di tahun 1984 menemukan bahwa bayi yang menghabiskan rata-rata sebanyak 20 jam seminggunya dalam program pengasuhan non-maternal (seperti halnya Daycare) selama tahun pertama kehidupannya, beresiko tinggi mengalami insecure attachment terhadap sang ibu dan peningkatan agresivitas, ketidaktaatan, atau bahkan kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial pada saat mereka memasuki tahap preschool dan sekolah dasar. Namun demikian tidak berlaku bagi anak yang usianya 1 tahun ke atas.
Salah satu penelitian yang dilakukan di Amerika menampilkan salah satu faktanya, bahwa anak-anak yang diikutsertakan dalam program Daycare dalam rentang waktu yang cukup lama menunjukkan peningkatan agresivitas terhadap sesama dan terhadap orang dewasa, dan menunjukkan penurunan sikap kooperatif terhadap orang dewasa.
Mengenai baik buruk Daycare, maka Katleen McCartney seorang ahli pengasuhan anak menyarankan:
•    Orang tua haruslah menyadari bahwa kualitas pengasuhan orangtua adalah faktor kunci dalam perkembangan anak.
•    Orang tua harus berkomitmen untuk menjadi orang tua yang baik.
•    Orang tua hendaknya mengawasi perkembangan anak mereka.
•    Apabila terpaksa memakai jasa penitipan anak, hendaklah orang tua memilih tempat pentipan anak yang benar-benar baik.
F.    Kriteria Daycare yang baik menurut penelitian Jerome Kagan dan koleganya di Universitas Harvard yaitu:
o    Penitipan anak haruslah mempunyai dokter anak.
o    Direktur atau kepala sekolah yang tidak mengajar.
o    Rasio anak dengan guru yaitu 3:1
o    Harus mempunyai pembantu guru selain guru utama.
o    Guru dan pembantu guru harus terlatih untuk sering tersenyum untuk berbicara dengan bayi dan menyediakan lingkungan yang aman bagi para bayi, termasuk mainan-mainan yang merangsang.


KESIMPULAN

Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan peneliti masih berpendapat bahwa Daycare yang benar-benar berkualitas memang dapat menjadi alternatif program pengasuhan terhadap anak-anak. Adapun pengaruh dari Daycare tergantung dari kualitas, lamanya waktu keikutsertaan, serta kualitas yang sebenarnya terjalin antara anak dengan orang tua di luar waktu Daycare.
Jadi, orangtua yang hendak mengikutsertakan anak dalam program Daycare haruslah memperhatikan dengan seksama, apakah sesuai dengan kebutuhan yang sedang dihadapi oleh sang anak, dan apakah memang benar-benar dibutuhkan, dalam arti bukan karena semata-mata mengikuti mode saja.
Selain itu, faktor kebersihan dan keamanan juga selayaknya menjadi bahan pertimbangan mengingat di Indonesia masih mudah terjadinya penularan penyakit yang bermacam-macam. Keberadaan ahli gizi, tim medis dan psikolog dalam Daycare center bisa menjadi nilai tambah yang sangat bermanfaat untuk memonitor perkembangan anak.


DAFTAR PUSTAKA
http://ferdinanddaniel.wordpress.com/2012/01/07/apakah-program-child-Daycare-perlu-bagi-anak-anda/
http://www.rumahshine.org
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak, Edisi ketujuh, jilid dua. Jakarta: Erlangga.