Selasa, 16 April 2013

makalah ushul fiqh


SUNNAH SEBAGAI SUMBER DAN DALIL

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Ushul Fiqh
Dosen pengampu :Muh. Latief Fauzi, MA
Disusun oleh :
Agung Jaka W        (123111008)
Ana Saraswati        (123111029)
Anna Mutho Haroh    (12311040)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA
IAIN SURAKARTA
2012
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Pada makalah ini penulis ingin menjelaskan sumber-sumber hukum dalam Islam. Sumber hukum utama dalam Islam ada dua yaitu al-Qur’an dan as-sunnah.
Para imam  mazhab sepakat dengan dalil yang dikemukakan Imam Syafi’i dalam kitab al-Risalah yakni al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Pendapat tersebut benar tetapi al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan sumber hukum utama yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan.
Semua hukum Islam termaktub didalam al-Qur’an dan as-sunnah berperan sebagai penjelas hukum al-Qur’an. Maka dari itu umat muslim harus memahami al-Qur’an dan as-sunnah. Karena kedua sumber inilah yang diutamakan dalam penetapan hukum Islam.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah pengertian dari Sunnah dan Dalil?
2.    Apa saja macam-macam Sunnah itu?
3.    Apa saja fungsi Sunnah itu?
4.    Bagaimana kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum?

C.    TUJUAN
1.    Memahami arti sunnah sebagai sumber dan dalil.
2.    Mengetahui macam-macam sunnah.
3.    Memahami fungsi dan peranan sunnah terhadap proses penetapan hukum dalam Islam.
4.    Mengerti kedudukan sunnah sebagai sumber hukum dan dalil dalam Islam.



























PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DALIL DAN SUNNAH
Menurut istilah arab, dalil berarti acuan bagi apa-apa yang bersifat material maupun spiritual, yang bersifat baik atau yang buruk. Secara terminologi dalil memiliki pengertian suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang bersifat qath’i (pasti) maupun zhanni (relatif).
Hukum-hukum Islam diambil dari empat sumber yaitu:
1.      Al-Qur’an
2.      As-Sunnah
3.      Ijma’
4.      Qiyas
Keempat dalil tersebut telah disepakati oleh jumhur umat islam sebagai dalil. Adapun dalil terhadap penggunaan dalil tersebut di atas ialah firman Allah SWT. Dalam surat an-Nisa’ sebagai berikut:

Pengertian Sunnah dari segi bahasa ialah jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan tanpa mempermasalahkan apakah cara tersebut baik atau buruk. Arti tersebut bisa ditemukan dalam sabda Rasulullah SAW:
منسنن فى ا لا سلا م سننة فله ا جر ه و ا جر من عمل بها من بعد ه
Artinya:
    “Barangsiapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam Islam maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya.” (H.R Muslim) (Al-Khatib : 17)
Menurut istilah, kalimah sunnah ialah berasal dari: (“Sanna – سَنَّ”)  Sunnah menurut bahasa ialah: At-Tariqah (الطريقة) “Jalan atau cara”
Disebut dalam kamus “Lisanul Arab” sebagai berikut:
اَلسُّنَّةُ هِيَ الطَّرِيْقَهُ ، مَحْمُوْدَةٌ كَانَتْ اَمْ مَذْمُوْمَةٌ.
“As-Sunnah: Jalan, sama ada yang terpuji (baik) atau yang keji (buruk)”.
Secara terminologi, pengertian Sunnah bisa dilihat dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya:
1.    Ilmu Hadits
Para ahli hadits mengidentifikasikan sunnah dengan hadits yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
2.    Ilmu Ushul Fiqh
Sunnah adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.
3.    Ilmu Fiqh
Sunnah menurut ahli fiqh hampir sama dengan ahli ushul fiqh. Tapi istilah dalam fiqh juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi yang berarti suatu perbuatan yang akan mendapatkan pahala apabila dikerjakan dan tidak berdosa bila ditinggalkan.


B.    MACAM-MACAM SUNNAH
Para ulama mengenal beberapa sunnah yang sumbernya langsung dari Rasulullah SAW, antara lain: sunnah ghairu muakkadah, sunnah mu’akadah, sunnah zaidah, dan sunnah hadyin.
1.    Sunnah Ghairu Muakkadah
مَا لَمْ يُوْصِبُ عَلَيْهِ ا لرَّسُوْلُ
Artinya: “sesuatu yang tidak tetap Rasulullah mengerjakanya”.
Atau segala sesuatu perbuatan yang dituntut untuk melakukanya namun tidak di cela jika meninggalkanya tetapi rasulullah sering meninggalkanya. Seperti sholat empat rekaat sebelum dzuhur.
2.    Sunnah Mu’akadah
مَاوَا طَبَ عَلَيْهِ لرَّسُوْ لُ اَوْ مَا كَانَ كْثِرْمِنْ ثَرَ كْهِ عَلَا مَةِاِنَّهُ لَيْسَ بِقَرْ ضٍ
Sesuatu pekerjaan yang tetap dikerjakan rasulullah atau lebih banyak dikerjakan daripada tidak dikerjakan sambil memberi pengertian bahwa itu bukan fardhu.
3.    Sunnah Zaidah
هِيَ الأُمُوْرُالَّتِيْ كَانَ يَفْعَلُهَا النَّبِيُّ ص م وَ هِيَ اُمُوْرُ عَا دِ يَةٌ جُلُقِيَةٌ
“Segala sesuatu yang nabi kerjakan dan masuk urusan adat kebiasaan”
Segala bentuk pekerjaan yang bukan merupakan bagian untuk menyempurnakan perintah agama, namun hanya termasuk kebaikan bagi yang melakukanya atau semua perbuatan yang dianjurkan untuk melakukanya sebagai sifat terpuji bagi mukallaf karena mengikuti jejak nabi Muhammad SAW. Seperti pekerjaan yang dilakukan Rasulullah ketika makan, minum dan tidurnya yang menjadi kebiasaan, dan kalau ditinggalkan tidak dikatakan makruh.



4.    Sunnah Hadyin
مَ كَا نَتْ اِقَامَتُهَاتَكْمِيْلًا لِلْوَا جِبَا تِ ا لدِّيْنِيَةِ
Segala bentuk pekerjaan yang dilaksanakan untuk menyempurnakan kewajiban-kewajiban agama. Seperti Adzan dan jamaah. Orang yang meninggalkan pekerjaan yang tergolong hal ini termasuk sesat dan di cela.

Pembagian As-Sunnah berdasarkan sanad, dilihat dari rawinya, As-sunnah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.    Sunnah mutawatir (hadits mutawatir)
Ialah sunnah yang diriwayatkan dari seorang rasul, sejak masa sahabat, tabi’in dan tabi’in tabi’in oleh banyak orang sehingga mustahil untuk berdusta menurut adat karena jumlahnya banyak dan perbedaan pandangan serta budaya nya.Biasanya as-sunnah amaliyah yang termasuk bagian ini seperti mengerjakan shalat, puasa, haji, yang bersifat amaliyah.
b.    Sunnah masyurah (hadits masyhur)
Yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh rasulullah oleh seorang, dua orang atau sekelompok sahabat yang tidak mencapai derajat atau tingkatan sunnah mutawatir. Yang termasuk kelompok ini adalah Umar bin khatab, Abdullah bin mas’ud atau Abu bakar as-siddiq seperti hadits :“sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat”
c.    Sunnah ahaad (sunnah ahad)
Yaitu sunnah yang mempunyai satu atau dua sanad yang berlainan yang tidak mencapai derajat masyhurah.




C.    FUNGSI SUNNAH
Ditinjau dari segi fungsinya, sunnah sangat berkaitan erat dengan Al-Qur’an. Sunnah Al-Nabawiyah memiliki fungsi untuk menafsirkan Al-Qur’an dan menjelaskan kehendak-kehendak Allah (perintah-Nya maupun hukum-hukum-Nya). Ditinjau dari segi dilallah (indekial) terhadap hukum-hukum dalam Al-Qur’an baik secara umum maupun terperinci maka sunnah dibagi menjadi:
1.    Bayan Taqrir
Sunnah berfungsi untuk menguatkan ataupun menegaskan perintah atau keterangan di dalam Al-Qur’an. Bahwa makna yang terkandung di dalam sunnah tersebut cocok dengan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an. Contohnya:
بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا اللّه و أنّ محمّدا رسول الله وإقام الصلا ة وإيتاء الزكاة وصوم رمضان و حَجِّ البيت من استطاع إليه سبيلا
Artinya : “Islam itu dibangun atas lima (fondasi), yaitu: kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan, dan menunaikan haji bagi yang telah mampu.”
Hadits ini berfungsi untuk menegaskan kembali (mentaqrir) ayat ayat berikut
و أقيموا الصلوة واتوا الزكوة…
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat……”
يا أيّهاالذين كتب عليكم الصيام..
Artinya : “wahai orang orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa…”
 ….ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا…
Artinya : “Dan kepada Allah manusia menunaikan ibadah haji bagi yang mampu….”
2.    Bayan Tafsir
    Sunnah berfungsi untuk menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mujmal, takhsish ‘am, dan muthlaq.
a.    Menafsirkan ayat-ayat yang mujmal (umum)
Contohnya: Nabi menjelaskan waktu sholat dengan haditsnya
وقت الظهر إذا زالت الشمس, وكان ظلّ الرجل كطوله ما لم يحضر وقت العصر, والوقت العصر ما لم تَصْفَرَّ الشمس,……(رواه مسلم)
Artinya : “waktu dhuhur adalah ketika matahari telah bergeser dari tengah tengah langit, hingga bayangan seorang laki laki sama panjangnya dengan tubuhnya, itulah waktu ashar. Dan waktu ashar adalah ketika matahari belum terbenam…..”
Hadits tersebut merincikan waktu shalat yang tidak terdapat dalam ayat berikut
و أقيموا الصلوة واتوا الزكوة…
Artinya : “Dan dirirkanlah shalat, dan tunaikanlah zakat……”
b.    Mengkhususkan ayat yang bersifat umum (takhsish ‘am)

Misalnya contoh dalam QS. An-Nisa’ ayat 7:

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

Tentang hukum waris. Ayat ini merupakan ketentuan umum terhadap semua pewaris yang akanmendapatkan harta warisanya, akan tetapi sunah melakukan spesifikasi bahwa anak yang menjadi pewaris, tidaak akan mendapatkan bagianya jika ia membunuh orang tua yang akan mewarisinya.
Contoh lainnya ialah:
يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظّالأنثيين
Artinya : “Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak anakmu, bagian anak laki laki sama dengan bagian dua bagian anak perempuan.” (Q.S An-Nisa’:11)
Ayat tersebut bersifat umum, yakni ayat tersebut menjelaskan setiap anak mendapat warisan dari orang tuanya. Hal ini dikhususkan oleh Nabi dengan sabdanya :
عن أبي هريرة رضي الله أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم قال : القاتل لا يَرِثُ
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Pembunuh itu tidak mewarisi (tidak mendapat warisan)”
c.    Memberikan batasan kepada ayat yang mutlaq
Dalam Al-Quran disebutkan:
Artinya : “laki laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya….”(Al-Maidah : 38)
Ayat tersebut masih bersifat muthlaq, yaitu belum diterangkan mengenai batasan batasan yang jelas mengenai tangan yang akan dipotong dalam pelaksanaan hukum tersebut. Maka dalam hal ini, hadits Nabi menjelaskan batasannya (taqyid), yaitu bahwa, yang dipotong itu hanya hingga pergelangan tangan saja.

3.    Bayan Tasyri’
Menetapkan hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an. Contoh sunnah semacam ini banyak sekali, seperti hadis-hadis yang menetapkan hukum haram mengawini (poligami) seorang perempuan beserta bibinya, riba fadhl, dan makan daging himar piaraan.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهتُكُمْ وَبَنتُكُمْ وَاَخَوتُكُمْ وَعَمّتُكُمْ وَ خلتُكُمْ وَبَنتُ الاَخِ وَ بَنتُ الاُخْتِ وَاُمَّهتُكُمُ الّتِيْ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهتُ نِسَا ءِكُمْ وَرَبَا
Artinya: diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
Fungsi lainnya dari sunnah antara lain: menjelaskan lafadz yang masih kabur dan menghapuskan hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

D.    KEDUDUKAN SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM
Kedudukan sunnah menurut dalil syara’ berada pada posisi kedua setelah Al-qur’an dalam kaitan ini Al-syatibi dan Al- qasimi, pada dasarnya argumentasi mereka digolongkannya menjadi dua bagian, yaitu argumentasi rasional dan tekstual.
 Al-qur’an bersifat Qath’I al-wurud (pasti), sedangkan sunnah bersifat Zhanny al wurud (sesuai zaman)  oleh karena itu yang Qhat’i harus didahulukan dari yang Zhanny. As-sunnah berfungsi sebagai penjabar atau penjelas dari Al-qur’an. Hadits yang menerangkan urutan dan kedudukan As-sunnah setelah Al-qur’an
“ Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz bin jabal : bagaimana anda akan memutuskan suatu hukum apabila anda dihadapkan kepada suatu perkara? Mu’adz berkata : saya akan berpedoman kepada kitap Allah (Al-qur’an), nabi bersabda : bagaimana  kalau anda tidak menemukannya dalam Al-qur’an? Mu’adz berkata : saya akan berpedoman kepada sunnah rasulullah. Nabi bersabda : bagaimana kalau anda tidak menemukannya? Mu’adz berkata : saya akan berijtihad dengan akal dan pemikiran saya.”
Al- qur’an bersifat mujmal (umum) itu memerlukan penjelasan dari As-sunnah.







PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijelaskan di dalam makalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Sunnah ialah jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan tanpa mempermasalahkan apakah cara tersebut baik atau buruk.
2.    Macam-macam sunnah yang secara langsung dari sumbernya Rasulullah SAW antara lain: sunnah mu’akkad, sunnah ghairu muakkad, sunnah zaidah, dan sunnah hadiyin. Sedangkan menurut sanad atau periwayatannya antara lain: sunnah mutawatir, sunnah masyurah, dan sunnah ahaad.
3.    Fungsi sunnah anatara lain sebagai: bayan tafsir, bayan taqrir, bayan tasyri’.
4.    Kedudukan sunnah menurut dalil syara’ berada pada posisi kedua setelah Al-qur’an dalam kaitan ini Al-syatibi dan Al- qasimi, pada dasarnya argumentasi mereka digolongkannya menjadi dua bagian, yaitu argumentasi rasional dan tekstual. Al-qur’an bersifat Qath’I al-wurud (pasti), sedangkan sunnah bersifat Zhanny al wurud (sesuai zaman)  oleh karena itu yang Qhat’i harus didahulukan dari yang Zhanny. As-sunnah berfungsi sebagai penjabar atau penjelas dari Al-qur’an.






DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Asqanalani, Ibnu Hajar, Bulugh Al-Maram. 1989. Dar Al-Fikr. Beirut:
Syafe’I, Rahmad. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia





Kamis, 11 April 2013

makalah sejarah peradaban islam

MAKALAH

PELETAKAN DASAR-DASAR PERADABAN ISLAM DI MAKKAH


Makalah ini disusun guna memenuhi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Dosen pengampu :

Mibtadin Anis, M.Ag








Disusun oleh:
1.    Ambar sari (123111026)
2.    Ameylia Nur A (123111027)
3.    Ana Saraswati (123111028)


PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN BAHASA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
TAHUN 2013/2014
A.    ARAB PRA ISLAM
Secara global-teritorial, Arab merupakan negeri yang terletak di semenanjung Arab yang berbatasan dengan  Laut Merah dan gurun Sinai di sebelah Barat, Samudera Hindia di sebelah Selatan, Teluk Persia di sebelah Timur serta Gurun Irak dan Syira di sebelah utara. Arab dibagi menjadi dua bagian besar yaitu bagian tengah atau pedalaman dan pesisir atau tepi, tetapi mereka lebih banyak mendiami daerah pesisir dari pada daerah pedalaman. Pada umumnya penduduk yang tinggal di daerah pedalaman tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain guna mencari tempat yang subur yang terdapat banyak air dan rumput. Sedangkan penduduk yang tinggal di daerah pesisir hidupnya menetap di kota-kota atau daerah-daerah yang subur dengan mata pencarian bertani, berdagang dan industri.
Bangsa Arab sebelum islam, hidup bersuku-suku atau berkabilah dan berdiri sendiri-sendiri. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional, yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Karena itu sering terjadi perang antar suku atau kabilah di Arab.  Ikatan kabilah berdasarkan pertalian darah, pernikahan, ikatan politik dan sumpah setia. Di antara kabilah-kabilah yang ada, terdapat kabilah yang mempunyai status sosial yang tinggi seperti, kabilah Quraisy di Makkah, kabilah Auz dan Hazraj di yatsrib. Hal itu di karenakan mereka menekankan hubungan kesukuan mereka, maka kesetiaan dan solidaritas merupakan sumber kekuatan suatu suku atau kabilah. Hal ini diwujudkan dalam perlindungan kabilah atas seluruh anggotanya.
Kepercayaan bangsa Arab sebelum lahirnya Islam, mayoritas penduduk mengikuti agama nabi Ibrahim as.  Agama tersebut di sebut hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui Allah sebagai pencipta alam, yang menghidupkan dan yang mematikan serta yang memberi rizki. Setelah munculnya Amr bin Lubayyi AL-Khuzai (Pemimpin Bani Khuza’ah) penduduk Arab melalaikan ajaran Ibrahim dan mengikuti ajaran Amr bin Lubayyi yang menyembah berhala. Dia mengajak penduduk Mekkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Disekitar Ka’bah banyak terdapat berhala-berhala yang besar maupun yang kecil. Diantara berhala-berhala yang besarada yang bernama Latta (dikota Thaif), Uzza (dikota Hijaz), dan Manah (dikota Yastrib/Mdinah).
Setelah itu, kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz. Selain itu muncul juga tradisi buruk masyarakat seperti :
1.    Perjudian atau maisir. Ini merupakan kebiasaan penduduk di daerah perkotaan di Jazirah Arab, seperti Mekkah, Thaif, Shan’a, Hijr, Yatsrib, dan Dumat al Jandal.
2.    Minum arak (khamr) dan berfoya-foya. Meminum arak ini menjadi tradisi di kalangan saudagar, orang-orang kaya, para pembesar, penyair, dan sastrawan di daerah perkotaan.
3.    Nikah Istibdha’, yaitu jika istri telah suci dari haidnya, sang suami mencarikan untuknya lelaki dari kalangan terkemuka, keturunan baik, dan berkedudukan tinggi untuk menggaulinya.
4.    Mengubur anak perempuan hidup-hidup jika seorang suami mengetahui bahwa anak yang lahir adalah perempuan. Karena mereka takut terkena aib karena memiliki anak perempuan.
5.    Membunuh anak-anak, jika kemiskinan dan kelaparan mendera mereka, atau bahkan sekedar prasangka bahwa kemiskinan akan mereka alami.
6.    Ber-tabarruj (bersolek). Para wanita terbiasa bersolek dan keluar rumah sambil menampakkan kecantikannya, lalu berjalan di tengah kaum lelaki dengan berlengak-lenggok, agar orang-orang memujinya.
7.    Lelaki yang mengambil wanita sebagai gundik, atau sebaliknya, lalu melakukan hubungan seksual secara terselubung.
8.    Prostitusi. Memasang tanda atau bendera merah di pintu rumah seorang wanita menandakan bahwa wanita itu adalah pelacur.
9.    Fanatisme kabilah atau kaum.
10.    Berperang dan saling bermusuhan untuk merampas dan menjarah harta benda dari kaum lainnya. Kabilah yang kuat akan menguasai kabilah yang lemah untuk merampas harta benda mereka.
11.    Orang-orang yang merdeka lebih memilih berdagang, menunggang kuda, berperang, bersyair, dan saling menyombongkan keturunan dan harta. Sedang budak-budak mereka diperintah untuk bekerja yang lebih keras dan sulit.
Beberapa contoh tradisi dan penyembahan berhala yang mereka lakukan, seperti :
1.    Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit dihadapannya, meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat disisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.
2.    Mereka menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling berhala, merunduk dan bersujud dihadapannya.
3.    Mereka mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.
Namun selain menyembah berhala ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi, Masehi, Majusi, dan Shabi’ah.  Penduduk Yaman dan Syam merupakan pemeluk agama Masehi, penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Yatsrib merupakan pemeluk agama Yahudi, penduduk yang tinggal berdekatan dengan Persia, orang Arab Iraq dan bahrain serta wilayah pesisir teluk arab memeluk agama Majusi, sedangkan agama Shabi’ah berkembang di Iraq. Dan yang lainnya dianggap sebagai kaum agama Ibrahin chaldeans, banyak penduduk syam dan Yaman yang memeluknya. Setelah kedatangan agama Yahudi dah Nasrani, agama Shabi’ah mulai surut.  Banyak penganut agama Yahudi yang mendirikan koloni di sekitar jazirah Arab, di antaranya adalah Yatsrib. Walaupun demikian, mayoritas bangsa Arab masih menganut agama asli mereka yaitu kepercayaan menyembah berhala.
Tradisi yang berkembang di zaman jahiliyah tidak sepenuhnya negatif.  Menurut Ibnu Qarnas dalam Sunnat Al-Awwalin, tradisi jahiliyah juga memberikan sumbangsih yang sangat baik, khususunya dalam rangka mengantarkan masyarakat Arab dalam menerima ajaran agama Islam. Islam datang tidak dalam rangka menghadirkan sesuatu yang baru bagi mereka, tetapi justru melanjutkan tradisi yang berkembang di tanah Arab. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Al-Qur’an bahwa haji merupakan ritual yang awalnya dilakukan oleh nabi Ibrahim dan keluarganya.

B.    RIWAYAT HIDUP MUHAMMAD
1.    Muhammad sebelum kerasullannya
Muhammad lahir di Makkah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah ( 570M ). Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul muthalib dan ibunya bernama Siti Aminah. Muhammad lahir dalam keadaan yatim , Ayahnya meninggal saat ia berusia 2 bulan dalam kandungan Ibunya. Muhammad disusukan pada salah seorang dari keluarga sa’d, hal tersebut merupakan kebiasaan para bangsawan di Arab.  Setelah dianggap cukup kuat badannya ia dikembalikan kepada ibunya.
Saat Muhammad berusia 4 tahun, Muhammad pernah dibelah dadanya oleh malaikat Jibril dan Mikail. Tujuan pembedahan tersebut agar beliau terhindar darisegala macam godaan hawa nafsu setan sejak masa kanak-kanaknya. Kemudian dilanjutkan dengan pembedahan berikutnya pada usia 10, 15, 40 dan terakhir saat beliau isra’ mi’raj.
Pada saat Nabi berusia 6 tahun, Ibunya meninggal dunia dan selanjutnya ia dididik oleh kakeknya, Abdul Mutholib. Namun tidak lama kemudian Abdul Mutholib meninggal dunia kemudian ia diasuh oleh pamannya, Abu Tholib. Abu Tholib memiliki banyak anak dan keluarganya kurang mampu sehingga muhammad tidak mau menjadi beban pamannya. Karena itu, sejak masa kanak-kanak ia berkerja menggembala kambing.
Pada usia 25 tahun, Muhammad berkerja pada Khotijah. Dengan kejujuran dan kemampuannya Muhammad mampu memperdagangkan barang-barang Khatijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan dari pada orang lain sebelumnya.  Karena itu Khatijah menaruh simpati pada Muhammad dan kemudian ingin menjadikan Muhammad sebagai suaminya.  Setelah kedua keluarga Muhammad dan Khotijah bertemu, mereka melangsungkan pernikahan.
Saat Muhammad berusia 35 tahun atau 10 tahun setelah pernikahannya dengan Khotijah, terjadi banjir besar yang mengakibatkan diding ka’bah runtuh dan hancur. Muhammad dan kaum Quraisy memperbarui bangunan ka’bah tersebut. Setelah selesai pembangunan ka’bah mereka meletakkan hajar aswad di tempat semula yaitu sudut dinding ka’bah sebelah timur. Dalam peletakan hajar aswad mereka berselisih antara kabilah satu dengan yang lain. Kemudian Abu Ummayah mengusulakan bahwa orang yang pertama kali memasuki ka’bah dan pintu bani Syaibahlah yang meletakkan hajar aswad. Dan orang itu adalah Muhammad, lalu Muhammad meminta sehelai kain kemudian kain itu dibentangkan lalu diletakkannya hajar aswad di atas kain tersebut. Muhammad meminta para pemuka dari kabilah untuk mengangkat hajar aswad ke tempatnya dan kemudian Muhammad meletakkan hajar aswad ke tempatnya dengan kedua tangannya. Kedudukan Muhammad bertambah tinggi karena kebijaksanaannya itu.
2.    Masa Kerasulan dan Dakwah Islam
Banyak alasan mengapa Muhammad merenungi nasib umatnya, itu semua karena banyak umatnya yang menyembah berhala, kemerosotan moral yang dilakukan kaum Jahiliyah. Beliau kemudian bertahanus menyepi di gua Hira’di puncak Jabal Nur di luar Makkah. Saat itu, malaikat Jibril pada tanggal 17 Ramadhan 611 M membawa wahyu pertama yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5. Dengan begitu Muhammad pun diangkat menjadi Nabi. Setelah wahyu pertama turun, Jibril tidak muncul lagi dalam beberapa lama, Pada suatu hari terdengarlah suara dari langit, dan ternyata itu ialah malaikat Jibril. Melihat wujud asli malaikat Jibril, nabi ketakutan dan pulang dalam keadaan badanya gemetar. Sesampainya dirumah, beliau kemudian tidur sambil berkata kepada keluarganya:
“Selimutilah aku, Selimutilah aku!”
Dalam keadaan seperti ini, datanglah malaikat Jibril menyampaikan wahyu yang kedua yaitu surat Al Muddattsir ayat 1-7.
“Hai orang yang berselimut! Bangun dan beri ingatlah ! hendaklah engkau besarkan Tuhan-mu! Dan bersihkanlah pakaianmu! Jauhilah perbuatan dosa! Janganlah engkau memberi, karena hendak mendapat balasan banyak! Hendaklah engkau sabar karena Tuhan-mu! (QS. Al-Muddattsir 1-7)
Ayat- ayat inilah yang mula-mula menyuruh Rasulullah menyeru kepada agama Allah dan dengan demikian mulailah fase-fase seruan kepada agama yang baru itu.
Orang yang pertama kali percaya pada kenabian dan kerasulan Muhammad adalah Khadijah. Dari sinilah da’wah nabi dilanjutkan pada keponakannya sendiri yang masih berusia 10 tahun yaitu Ali bin Abi Thalib yang melihat nabi dan Khadijah sedang shalat. Orang ketiga yang masuk islam ialah Zaid bin Haritsah, mantan budak yang menjadi anak angkat nabi. Ini adalah da’wah nabi secara diam-diam di kalangan keluarganya sendiri. Lalu disusul masuk islam Abu Bakar bin Abi Quhafah, Usman bin AffanZubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah,  Abu ‘Ubaidah ibnul Jarrah dan Al Arqam ibnu Abil Arqam. Orang yang mula-mula masuk Islam ini dijuluki “Assabiqunal Awwalun”. Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di tempat ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Beliau menjalankan aktivitas ini lebih kurang selama 3 tahun dan menghasilkan 40 orang lebih yang masuk Islam. Selain itu disebutkan pula hamba-hamba sahaya dan orang-orang miskin yang masuk Islam.
Da’wah nabi selanjutnya dilakukan secara terang-terangan sesuai wahyu Allah surat As-Syu’ara’ ayat 214.
وَاَنْذِ رْ عَشِيْرَ تَكَ اْلاَ قْرَ بِيءنَ
"Beri ingatlah familimu yang dekat-dekat". (QS. As-Syu’ara 214).
Maka Nabi menyeru Bani Abdul Munthalib, Bani Hasyim dan suku Quraisy. Sesudah mereka berkkumpul berkatalah Nabi:
“Menurut yang saya ketahui belum pernah seorang pemuda membawa sesuatu untuk kaumngya yang lebih utama dari apa yang saya bawa untuk kamu. Saya bawa untuk kamu segala kebaikan dunia dan akhirat.”
Mereka ada yang membenarkan perkataan itu dan masuk islam tapi ada pula yang menentangnya seperti orang kafir Qurausy yang selalu berusaha mengancam, menyiksa dan membunuh. Oleh karenanya Rasulullah pun menyuruh para sahabat-sahabat untuk mengungsi ke Abesinia. Ini merupakan hijrah pertama dalam islam pada tahun ke-5 dari kenabian.
Tidak lama kemudian nabi mengalami kejadian menyedihkan yaitu dengan meninggalnya 2 orang yang sangat dicintai dan menjadi tumpuan  yaitu Abu Thalib dan Khadijah. Tahun ini lalu disebut ‘Amul Khuzni yang berarti tahun kesedihan. Kemudian nabi pun berusaha menyiarkan islam di luar koya, tapi sesampainya di Thaif beliau malah diejek dan dilempari batu sampai terluka. Untuk menghibur nabi, Allah memperjalankan nabi pada malam tanggal 27 Rajab 621 M yang dikenal dengan nama Isra’m dan Mi’raj. Nabi diisra’kan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Palestina kemudian dimi’rajkan ke Sidratul Muntaha untuk diperlihatkan surga dan neraka dan menghadap Allah menerima wahyu shalat 5 waktu.
Kemajuan da’wah islam berkembang pesat setelah adanya Isra’Mi’raj. Rasulullah mulai menyeru pada peziarah haji, suku Aus dan suku Khazraj. Pada tahun ke-12 kenabian suku Aus dan Khazraj datang ke Makkah membuat perjanjian yang pertama dengan nabi di Aqabah yaitu Bai’ah al-Aqabah al-Ula atau Bai’tun Nisa’. Isi perjanjiannya antara lain mereka tidak akan menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anaktidak fitnah dan tidak mendurhakai nabi Muhammad. Pada tahun ke-13 kenabian penduduk Yastrib melakukan perjanjian kedua yaitu Bai’ah al-Aqabah As-saniyah dengan isi antara lain mereka berjanji akan membela nabi dengan jiwa dan raga, mengangkat nabi sebagai pemimpin,dan berharap nabi mau hijrah ke Yastrib.
Nabi memerintahkan umatnya untuk hijrah ke Yastrib. Siasat pun dipersiapkan dengan Ali bin Abi Thalib sebagai umpannya, hingga kaum Quraisy terkecoh. Dalam perjalanan ke Yastrib, nabi membangun sebuah masjid di halaman rumah Kalsum bin Hindun yang bernama Masjid Quba’.Tanggal 12 Rabiul Awal nabi samai di Yastrib dan mengubah nama kota itu menjadi Madinah al-Munawwarah.



DAFTAR PUSTAKA
http://herminsyahri.wordpress.com/2008/12/05/metode-dakwah-rasulullah/
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/05/01/113860-tiga-cara-berdakwah
Asmuni, Drs. Yusran. 1996. Dirasah Islamiyah II. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Mufrodi, Dr. Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Ciputat: Logos Wacana Ilmu
Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Prof. Dr. A. Syalabi. 2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta:PT. Pustaka Al Husna Baru
Ahnan Maftuh. 1422H. Kisah Kehidupan Nabi Muhammad SAW. Surabaya : Terbit terang Surabaya
Khoiriyah.  2012. Sejarah Islam. Yogyakarta : Teras
Haekal Husain. 2001. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta : PT.Mitra Karya Indonesia
Misrawi Zuhairi. 2009. Makkah. Jakarta : Kompas
Madjid, Narcholish. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf Para-Madina